Pendidikan baik pada tataran teoretis maupun praktis, tentu akan
menggunakan konsep kepemimpinan karena ada unsur filosofi (pandangan),
harapan/tujuan, tantangan, dan sumber daya di dalamnya. Semua faktor itu harus diatur sehingga bisa
mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan
kata lain mesti ada konsep kepemimpinan
pendidikan .
Dilihat dari aspek folosofis-teoretis, kepemimpinan dalam
pendidikan harus menggunakan dasar-dasar
pandangan yang sesuai dengan jatidiri bangsa.
Pendidikan harus berkarakter
bangsa Indonesia. Dalam kaitannya
ini, kajian terhadap nilai-nilai kepemimpinan
yang bersumber pada karakter bangsa harus tetap dipertahankan bahkan
mesti lebih diperdalam. Kosep
kepemimpinan warisan kebudayaan bangsa jangan sampai tegusur
konsep-konsep kepemimpinan dari luar karena dalil modernitas. Seperti ajaran
Hastha
Brata, atau delapan ajaran keutamaan; kemudian konsep yang diajukan Ki Hadjar Dewantara (ing ngarso sung tulodo, ing madyo
mangunkarso, dan tut wuri handayani), lalu falsafah ’bhinci-bhinciki kuli’ dari
Buton.
Pada tataran
praktis-managerial, konsep kepemimpinan juga mesti diterapkan sehinga sistem
pendidikan nasional terkonsep rapi, bersinergis, dan efektif. Secara praktis harus dapat dilaksanakan baik
pada tingkatan nasional, lokal, bahkan
pada tingkat satuan pendidikan seperti sekolah.
Setiap orang yang terlibat dalam pendidikan adalah pemimpin. Yang membedakannya
hanya pada level mana mereka memimpin. Konsep kepemimpinan yang efektif tentu
harus menjiwai pada setiap level tersebut.
A. Implikasi Konsep Kepemimpinan
dalam Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses
interaksi Siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Di dalam proses pembelajaran terdapat usaha guru mambantu
siswa memeroleh ilmu
dan pengetahuan,
menguasai kemahiran dan tabiat, serta membentuk sikap dan karakter
siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar
dapat belajar
dengan baik. Dilihat dari deskripsi pembelajaran di atas, tampak bahwa peran
guru sangatlah penting.
Secara spesifik, undang-undang no.14 tentang guru dan dosen menjelaskan
bahwa tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwa untuk menjalankan tugasnya, kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru adalah
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
Dalam menjalankan tugasnya tersebut, dengan segenap kompetensi yang
dimilikinya, guru merupakan profesi yang menuntut penerapan konsep kepemimpinan
yang unik. Keunikan tersebut dibentuk
karena ‘bawahan’ (menurut istilah Hersey dan Blanchard) adalah siswa, sekelompok manusia
yang memiliki karakteristik tertentu. Selain itu, unsur ‘situasi’ yang
melingkupinya juga unik, yaitu sekolah. Sekolah merupakan satuan organisasi
yang unik. Organisasi ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian
dari organisasi yang yang lebih luas (Depdiknas), dan hidup dalam konteks
lingkungan social-budaya dimana sekolah itu berada. Jika sekolah tersebut
dibangun oleh organasasi masyarakat, tentu ada visi dan misi tertentu yang juga
mempengaruhi organisasinya.
Dilihat dari posisinya
sebabagi bagian dari sebuah organisasi, kepemimpinan guru lebih mirip
kepemimpinan manajerial. Ia berfungsi sebagai unsur yang bertugas melancarkan
penyelengaraan pembelajaran di kelas untuk tujuan-tujuan yang telah ditentutan
(tujuan pendidikan nasional, tujuan institusioanal, dan tujuan kurikuler). Meskipun demikian, dengan merujuk pada
pendapat Arends (2008:147) guru memiliki autonomy
norm (norma otonom) untuk bebas mengajar di dalam kelas. Dalam hal ini ia
boleh berkreativias melaksanakan pembelajaran, tanpa lepas dari koridor aturan
organsasi sekolah tempatnya mengajar.
Berkaitan dengan ini Arends juga menambahkan bahwa guru terikat pada the hands-off norm, yaitu norma yang melarang guru mengganggu atau mencampuri pekerjaan guru
lain.
Merujuk pada konsep sumber kepemimpinan yang
dikemukakan Toha, kepemimpinan guru dalam pembelajaran di kelas bisa bersumber
dari kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian,
penghargaan, relevansi, informasi, atau hubungan (Toha, 1990:323-330). Guru punya kekuasan memaksa di
kelas karena dilihat dari usia dan kematangan, guru biasanya relatif lebih tua dibanding siswanya Ia pun tentu
punya legitimasi karena ditunjuk sekolah untuk mengajar di kelas. Guru pun Tentu punya
keahlian dan informasi yang dibutuhkan siswa, karena guru dididik untuk
keperluan itu. Kekuasaan yang bersumber pada penghargaan dan hubungan bisa juga
dimiliki guru karena ini memiliki kedudukan yang ‘luhur’ sehingga patut digugu
dan ditiru.
Dengan sumber kekuasaan
kepemimpinan yan demikian luas, guru bisa saja bertindak dengan model
kepemimpinan otoriter, demokratis, atau laissez faire. Model kepemimpinan yang tepat bagi guru untuk siswanya akan
kembali ditentukan oleh karakeristik guru (sebagai pemimpin), siswa (bawahan),
dan sekolah (situasi).
Terkait dengan proses pembelajaran, secara prosedural kegiatan
yang dilakukan guru adalah menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, dan melakukan evaluasi serta tindak lanjut.
Dalam menyusun rencana pembelajaran, aspek penentuan tujuan,
materi, dan evaluasi merujuk pada standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan. Aspek metode/strategi, penentuan
media pembelajaran, dan teknik penilaian bergantung pada karakteristik tujuan
dan materi. Sedangkan aspek organisasi materi, selain mengacu pada standar isi
dan standar kompetensi lulusan, juga dipengaruhi oleh waktu yang tersedia.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, tahapan yang dilakukan
guru adalah (1) membuka
pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4)
menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6)
memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, ( berinteraksi dengan siswa
secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik,
(11) melaksanakan penilaian, dan tindak lanjut.
Dalam melaksanakan
proses pembelajaran ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru
menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang
telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang
tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah,
apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar
mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan
keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan
alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai
hasil belajar siswa
Setelah melaksanakan
proses pembelajaran, tahap terakhir pembelajaran adalah melaksanakan evaluasi.
Yang dikerjakan guru dalam tahapan ini adalah memilih dan membuat soal sesuai
dengan SKL dengan memperhatikan tingkat kesukaran dan tingkat pembeda, Selanjutnya
memeriksa jawaban, mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, mengolah dan
menganalisis hasil penilaian, menafsirkan dan menyusun program tindak lanjut
hasil penilaian.
Dalam menjalankan semua
tahapan pembelajaran tersebut, ada proses pengambilan keputusan yang harus
dilakukan guru. Ketika mengambil kepetusan inilah guru berperan sebagai seorang
pemimpin yang dituntut mampu membawa para siswanya mencapat tujua pembelajaran
dan pendidikan yang telah direncanakan.
Daftar
Pustaka
Arends, Richard I. 2008. Learning to
Teach. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Bartol, Kathryn M. & David C.
Martin. 1991. Management. New York: St. Louis San Francisco, McGraw-Hill, Inc.
Dewi, I
Gusti Ayu Manuati. 2009. Model
Kepemimpinan Efektif (Book Reiew). Paramida, Vol. V No.1 Juli 2009)
Hersey Paul & Kenneth H.
Blanchard. 1988. Management of
Organizational Behavior:
Utilizing Human Resources. New Jersey:
Prentice-Hall Inc.
Kartasasmita,
Ginanjar.1997. Kepemimpinan Menghadapi Masa Depan. Jakarta: Pembekalan Para Komando TNI
Koentjaraningrat. 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Kurniasih,
Dewi. 2007. Kepemimpinan Politik Orang
Sunda (Majalah Ilmiah Unikom Vol V.)
Mustopadidjaya AR. Beberapa
Dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21
Slamet, PH. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Balitbang Dikdasmen Dikti PLSP Kebudayaan Setjen Itjen.(Fi/eID: lInternetFilel InternetToanternet921 manajemen
erbasis Sekolah.htm).
Stoner, James A. F. dan Edward
Freeman. 1992. Management. New Jersey: Prentice-Hall International Inc., Fifth
editon.
Theodore J. Kowalski,
Thomas J. Lasley II, James W. Mahoney. 2008. Data-driven decisions and school leadership : best practices for school
improvement .
Boston :
Pearson Education, Inc.
Toha, Miftah. 1990. Kepemimpinan dalam Manajemen: Suatu Pendekatan Perilaku Jakarta: Rajawali Pers, Cetakan
ke-4.
Turi La Ode. 2006. Budaya Lokal
dalam Pelaksanaan manajaemen Berbasis Sekolah. Disertasi Program Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta, 2006.
Turi La Ode. 2007. Esensi Kepemimpinan
"Bhinci-bhinciki Kuli" (Suatu Tinjauan Budaya Kepemimpinan Lokal
Nusantara). Yogyakarta: Khazanah Nusantara.
Umari,
H.H. Hasbi. 2006. Islam dan Kepemimpinan
Nasional (Innovatio, Vol 5. 2006)
Yukl, Gary A. 1989. Leadership in Organization. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Posting Komentar