Implikasi Kepemimpinan Dalam Dunia Pendidikan

0 komentar

Pendidikan baik pada tataran teoretis maupun praktis, tentu akan menggunakan konsep kepemimpinan karena ada unsur filosofi (pandangan), harapan/tujuan, tantangan, dan sumber daya di dalamnya.  Semua faktor itu harus diatur sehingga bisa mencapai tujuan yang diharapkan.  Dengan kata lain mesti ada  konsep kepemimpinan pendidikan .
Dilihat  dari  aspek folosofis-teoretis, kepemimpinan dalam pendidikan  harus menggunakan dasar-dasar pandangan yang sesuai dengan jatidiri bangsa.  Pendidikan harus berkarakter  bangsa Indonesia.  Dalam kaitannya ini, kajian terhadap nilai-nilai kepemimpinan  yang bersumber pada karakter bangsa harus tetap dipertahankan bahkan mesti lebih diperdalam.  Kosep kepemimpinan  warisan kebudayaan bangsa jangan sampai tegusur konsep-konsep kepemimpinan dari luar karena dalil modernitas. Seperti  ajaran  Hastha Brata, atau delapan ajaran keutamaan; kemudian konsep yang diajukan Ki Hadjar Dewantara (ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangunkarso, dan tut wuri handayani), lalu falsafah ’bhinci-bhinciki kuli’ dari Buton.
Pada tataran praktis-managerial, konsep kepemimpinan juga mesti diterapkan sehinga sistem pendidikan nasional terkonsep rapi, bersinergis, dan efektif.  Secara praktis harus dapat dilaksanakan baik pada tingkatan  nasional, lokal, bahkan pada tingkat satuan pendidikan seperti sekolah.  Setiap orang yang terlibat dalam pendidikan adalah pemimpin. Yang membedakannya hanya pada level mana mereka memimpin. Konsep kepemimpinan yang efektif tentu harus menjiwai pada setiap level tersebut.

A.    Implikasi Konsep Kepemimpinan dalam Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi Siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Di dalam proses pembelajaran terdapat usaha guru mambantu siswa memeroleh ilmu dan pengetahuan, menguasai  kemahiran dan tabiat, serta membentuk sikap dan karakter siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik. Dilihat dari deskripsi pembelajaran di atas, tampak bahwa peran guru sangatlah penting. 
Secara spesifik, undang-undang no.14 tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.  Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwa untuk menjalankan tugasnya,  kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Dalam menjalankan tugasnya tersebut, dengan segenap kompetensi yang dimilikinya, guru merupakan profesi yang menuntut penerapan konsep kepemimpinan yang unik.  Keunikan tersebut dibentuk karena ‘bawahan’ (menurut istilah Hersey dan Blanchard) adalah siswa, sekelompok manusia yang memiliki karakteristik tertentu. Selain itu, unsur ‘situasi’ yang melingkupinya juga unik, yaitu sekolah. Sekolah merupakan satuan organisasi yang unik. Organisasi ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari organisasi yang yang lebih luas (Depdiknas), dan hidup dalam konteks lingkungan social-budaya dimana sekolah itu berada. Jika sekolah tersebut dibangun oleh organasasi masyarakat, tentu ada visi dan misi tertentu yang juga mempengaruhi organisasinya.
Dilihat dari posisinya sebabagi bagian dari sebuah organisasi, kepemimpinan guru lebih mirip kepemimpinan manajerial. Ia berfungsi sebagai unsur yang bertugas melancarkan penyelengaraan pembelajaran di kelas untuk tujuan-tujuan yang telah ditentutan (tujuan pendidikan nasional, tujuan institusioanal, dan tujuan kurikuler).  Meskipun demikian, dengan merujuk pada pendapat Arends (2008:147) guru memiliki autonomy norm (norma otonom) untuk bebas mengajar di dalam kelas. Dalam hal ini ia boleh berkreativias melaksanakan pembelajaran, tanpa lepas dari koridor aturan organsasi sekolah tempatnya mengajar.  Berkaitan dengan ini Arends juga menambahkan bahwa guru terikat pada the hands-off norm, yaitu norma yang melarang guru mengganggu atau mencampuri pekerjaan guru lain.
 Merujuk pada konsep sumber kepemimpinan yang dikemukakan Toha, kepemimpinan guru dalam pembelajaran di kelas bisa bersumber dari kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, relevansi, informasi, atau hubungan (Toha, 1990:323-330). Guru punya kekuasan memaksa di kelas karena dilihat dari usia dan kematangan, guru biasanya relatif lebih tua dibanding siswanya Ia pun tentu punya legitimasi karena ditunjuk sekolah untuk mengajar di kelas. Guru pun Tentu punya keahlian dan informasi yang dibutuhkan siswa, karena guru dididik untuk keperluan itu. Kekuasaan yang bersumber pada penghargaan dan hubungan bisa juga dimiliki guru karena ini memiliki kedudukan yang ‘luhur’ sehingga patut digugu dan ditiru.
Dengan sumber kekuasaan kepemimpinan yan demikian luas, guru bisa saja bertindak dengan model kepemimpinan otoriter, demokratis, atau laissez faire. Model kepemimpinan yang tepat bagi guru untuk siswanya akan kembali ditentukan oleh karakeristik guru (sebagai pemimpin), siswa (bawahan), dan sekolah (situasi).
Terkait dengan proses pembelajaran, secara prosedural kegiatan yang dilakukan guru adalah menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan melakukan evaluasi serta tindak lanjut.
Dalam menyusun rencana pembelajaran, aspek penentuan tujuan, materi, dan evaluasi merujuk pada standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.  Aspek metode/strategi, penentuan media pembelajaran, dan teknik penilaian bergantung pada karakteristik tujuan dan materi. Sedangkan aspek organisasi materi, selain mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan, juga dipengaruhi oleh waktu yang tersedia.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, tahapan yang dilakukan guru adalah (1) membuka pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, ( berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan penilaian, dan tindak lanjut.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan  teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa
Setelah melaksanakan proses pembelajaran, tahap terakhir pembelajaran adalah melaksanakan evaluasi. Yang dikerjakan guru dalam tahapan ini adalah memilih dan membuat soal sesuai dengan SKL dengan memperhatikan tingkat kesukaran dan tingkat pembeda, Selanjutnya memeriksa jawaban, mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, mengolah dan menganalisis hasil penilaian, menafsirkan dan menyusun program tindak lanjut hasil penilaian.
Dalam menjalankan semua tahapan pembelajaran tersebut, ada proses pengambilan keputusan yang harus dilakukan guru. Ketika mengambil kepetusan inilah guru berperan sebagai seorang pemimpin yang dituntut mampu membawa para siswanya mencapat tujua pembelajaran dan pendidikan yang telah direncanakan.








Daftar Pustaka

Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Bartol, Kathryn M. & David C. Martin. 1991. Management. New York: St. Louis San Francisco, McGraw-Hill, Inc.
Dewi, I Gusti Ayu Manuati. 2009. Model Kepemimpinan Efektif (Book Reiew). Paramida, Vol. V No.1 Juli 2009)
Hersey Paul & Kenneth H. Blanchard. 1988. Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Kartasasmita, Ginanjar.1997. Kepemimpinan Menghadapi Masa Depan. Jakarta: Pembekalan Para Komando TNI
Koentjaraningrat. 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Kurniasih, Dewi. 2007. Kepemimpinan Politik Orang Sunda (Majalah Ilmiah Unikom Vol V.)
Mustopadidjaya AR. Beberapa Dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21
Slamet, PH. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Balitbang Dikdasmen Dikti PLSP Kebudayaan Setjen Itjen.(Fi/eID: lInternetFilel InternetToanternet921  manajemen erbasis Sekolah.htm).
Stoner, James A. F. dan Edward Freeman. 1992. Management. New Jersey: Prentice-Hall International Inc., Fifth editon.
Theodore J. Kowalski, Thomas J. Lasley II, James W. Mahoney. 2008. Data-driven decisions and school leadership : best practices for school improvement . Boston : Pearson Education, Inc.    
Toha, Miftah. 1990. Kepemimpinan dalam Manajemen: Suatu Pendekatan Perilaku Jakarta: Rajawali Pers, Cetakan ke-4.
Turi La Ode. 2006. Budaya Lokal dalam Pelaksanaan manajaemen Berbasis Sekolah. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2006.
Turi La Ode. 2007. Esensi Kepemimpinan "Bhinci-bhinciki Kuli" (Suatu Tinjauan Budaya Kepemimpinan Lokal Nusantara). Yogyakarta: Khazanah Nusantara.
Umari, H.H. Hasbi. 2006. Islam dan Kepemimpinan Nasional (Innovatio, Vol 5. 2006)

Yukl, Gary A. 1989. Leadership in Organization. New Jersey: Prentice-Hall Inc. 


Posting Komentar